Ilham - Call / WA +6281267 45797...........

Sistem Matrilineal di Minangkabau


BeritaSumbar.com,-Sistem matrilineal adalah sistem dimana garis keturunan yang mengikuti garis keturunan ibu. Sistem ini merupakan salah satu aspek utama dalam mendefenisikan indentitas masyarakat minang, karena garis keturunan seseorang di rujuk kepada ibu. Di Minangkabau kehadiran seorang perempuan sangat penting sebagaimana yang telah di sebutkan bahwa Minangkabau menganut sistem matrilineal. Jadi, jika di dalam sebuah keluarga tidak ada keturunan perempuan maka terputuslah garis keturunan tersebut. Begitu pula apabila seseorang bukan terlahir dari ibu yang berasal dari Minangkabau maka dia tidak memiliki suku.

Suku Minangkabau menjadi salah satu suku yang terbesar di Indonesia dan tidak lupa pula menjadi suku yang mempunyai ciri khas yang unik di bandingkan dengan suku lainnya. Dapat dilihat dari kedudukan perempuan yang sangat di junjung tinggi di Minangkabau. Menurut AA. Navis, Minangkabau lebih kepada kultur etnis suatu rumpun Melayu yang tumbuh besar melalui sistem Monarki, serta menganut adat yang khas di cirikan dengan sistem kekeluargaan melalui jalur garis keturunan ibu atau matrilineal, walaupun budaya Minangkabau sangat kuat diwarnai dengan ajaran islam (Wikipedia).

Sistem ini sangat sulit di bantah karena sudah ada sejak dulu dan tumbuh berkembang di Minangkabau hingga saat sekarang ini. Hal ini lah yang menyebabkan perempuan minangkabau memiliki keunikan dan keistimewaan sendiri. Nampaknya di Minangkabau sangat memahami kalau perempuan memiliki derjat yang tinggi dimana perempuan memperoleh hak-hak yang biasanya di peroleh oleh laki-laki, namun hak tersebut di peroleh oleh kaum perempuan. Ada dua jenis hak yang di terima oleh perempuan yaitu materil dan moral.

Bagi masyarakat minang, ibu adalah bundo kanduang, sebuah lambing kehormatan dalam adat dan nigari. Bundo kanduang dituntut menjadi seorang yang taat beragama, cerdas, berbudi pekerti, bijaksana, dan sifat terpuji lainnya.

Selain itu perkawinan, pembagian harta warisan serta suku Minangkabau juga berdasarkan sistem matrilineal. Dapat dilihat dari perkawinan Minangkabau, menganut sistem matrilineal dengan sistem kehidupan yang komunal. Maksudnya orang yang menikah tidak membentuk keluarga inti baru karena mereka tetap pada garis keturunan masing-masing, sehingga pengertian tentang keluarga inti di Minangkabau terdiri dari ayah, ibu, dan anak tidak termasuk ke dalam struktur sosial di Minangkabau.

Akibatnya anak-anak di hitung berdasarkan garis keturunan ibu bukan dari garis keturunan ayah sehingga menyebabkan anak-anak lebih dekat kepada keluarga ibu di bandingkan keluarga ayah. Penulis sebagai orang minagkabau juga merasakan hal tersebut, namun pada saat sekarang ini, hal itu telah di tinggalkan oleh masyarakat minang dengan adanya perkembangan zaman saat ini aturan itu berubah dengan menguatnya keluarga inti dan suami tidak tinggal lagi di rimah istri.

Dari segi materil, di Minangkabau harta warisan di berikan kepada kaum perempuan yang diturunkan dari mamak (saudara laki-laki ibu) kepada kemenakannya. Maka dari itu ibu harus menjaga keutuhan harta pusaka, karena harta ini di turunkan secara turun temurun melalui garis keturunan ibu. Sebelum islam masuk ke Minangkabau sistem pewarisan itu yang berlaku tapi ketika islam datang harta warisan di bagi menjadi dua yaitu harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Harta pusaka rendah yang diwariskan secara turun temurun dan harta pusaka rendah pembagiannya sesuai dengan hukum islam.

Di zaman modernisasi ini banyak kalangan muda yang meninggalkan budaya asli mereka kaena di anggap kuno dan tidak kekninian. Berbeda dengan Minangkabau para anak mudanya masih memegang teguh budaya asli mereka salah satunya sistem matrilineal yang masih mengakar dan terpatri dalam jiwa masyarakat Minangkabau. Ya, walaupun ada sebagian telah di tinggalkan masyarakat minang seperti hal dalam perkawinan yang beranggapan keluarga inti tidak ada dalam struktur sosial masyarakat Minangkabau. Namun kita sebagai kaum muda sudah seharusnya melestarikan kebudayaan yang telah di tinggalkan oleh nenek moyang terdahulu dan tidak terlarut dalam perkembangan zaman sehingga kita tidak tau dengan kebudayaan sendiri. 
 
Penulis : Yuliana
 
 


See Other Articles